Monday, July 16, 2012

Resensi Buku - 9 Pertanyaan Fundamental

Kaya dan Miskin adalah Karakter

“Barang siapa tidak dengan sadar membangun kekayaan maka kemungkinan besarnya dia dengan tidak sadar sedang membangun kemiskinan,” ungkapan yang terangkum dalam buku 9 PERTANYAAN FUNDAMENTAL: Strategi Membangun Kekayaan Tanpa Riba.

Buku ini merupakan tuturan seorang pengusaha yang pernah jatuh dalam lilitan utang sebesar Rp62 miliar dan kembali bangkit dalam kurun waktu tiga tahun. Dialah pengusaha yang bernama Heppy Trenggono. Berisi pengalaman sang penulis yang menjabarkan pandangan-pandangannya yang terangkum dalam pertanyaan-pertanyaan tentang strategi membangun kekayaan, kemudian dijawabnya pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan 9 pertanyaan. Penulis berargumentasi, mengapa pertanyaan-pertanyaan itu justru dijawab dengan 9 pertanyaan? Heppy menegaskan, ”Untuk mengetahui jawaban yang berkualitas maka ajukanlah pertanyaan yang berkualitas.”

Harapannya, dengan 9 pertanyaan tersebut akan memberikan percikan terang, yang akan menuntun para pembaca merumuskan jawaban terbaik, meraih kehidupan terbaik.

Sebelum mengulas 9 pertanyaan fundamental tersebut, pada awal pengantarnya pembaca akan diajak untuk mengetahui masalah-masalah gawat yang akan menggagalkan keinginan meraih kehidupan yang lebih baik. Masalah gawat yang pertama adalah apakah Anda termasuk seperti kebanyakan orang yang menganggap ukuran kesuksesan dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang, dan harta lain). Memang disayangkan, bila masih banyak golongan orang yang gamang dalam memahami konsep “kaya”. Kaya itu tidak sama dengan kelihatan kaya. Sukses itu jauh berbeda dengan kelihatan sukses.

Masalah gawat yang kedua adalah banyak yang tidak tahu dengan pasti bagaimana membangun kekayaan yang sebenarnya. Yang bukan berarti bisa disamakan dengan mendirikan gedung kantor mewah di kawasan bergengsi —yang lagi-lagi perlu dibahas ulang— apa sih yang disebut dengan bergengsi itu.

Masalah gawat yang ketiga adalah banyak orang yang terjebak dan tidak bisa membedakan antara “kaya” dan “kelihatan kaya”. Kerancuan pemahaman tersebut justru menghadang orang untuk menjadi kaya yang sebenarnya.

Tiga masalah gawat tersebut bukan hanya kian menggejala di Indonesia, tapi sudah mulai menjadi karakter bangsa. Indonesia menjadi bangsa yang miskin karena bermain dan bermental layaknya orang miskin. Coba kita bandingkan, utang Rp1.700 triliun yang selalu dikeluhkan banyak kalangan, dengan utang Amerika Serikat yang mencapai Rp130 ribu triliun. Jika di Indonesia setiap bayi yang lahir disebut-sebut memanggul utang sekian rupiah, pernahkah Anda mendengar ungkapan semacam itu di negara lain?

Atau contoh lain, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2011 adalah Rp1.200 triliun per tahun. Angka yang besarkah itu? Coba kita lihat Jepang. Luas wilayah dan kekayaan alamnya tidak sebanding dengan Indonesia. Bahkan, jika Indonesia mulai merdeka dan bangkit pada tahun 1945, pada tahun yang sama Jepang justru mulai terpuruk. Nah, selama 66 tahun berselang, bagaimana gaya kedua negara ini menata hidupnya?

Masih ingat bencana yang dialami Jepang beberapa tahun yang lalu, setelah dihantam tsunami, tiga minggu kemudian pemerintah Jepang mengalokasikan Rp7.800 triliun untuk dana perbaikan. Di saat bersamaan, pada tahun 2010 APBN Indonesia besarnya hanya 6% dari APBN Jepang. Secara kasatmata jelas terlihat bahwa Jepang adalah bangsa besar, bangsa yang kaya. Dalam kondisi terpuruk karena krisis ekonomi global atau bencana alam, karakter mereka tetap kaya. Faktanya, hanya orang kaya yang mampu bermain angka besar dan bisa mengelolanya dengan jitu. Sebaliknya, dengan prihatin harus kita akui bahwa anggaran setahun yang nyaris sepertujuh dana dadakan adalah ciri bangsa miskin. Bangsa kecil hanya akan berani bermain angka kecil. Bangsa miskin bahkan terlalu takut sekadar untuk membayangkan angka yang besar.

Buku bersampul hard cover dengan tebal 170 halaman ini mengajak kita untuk mengelola diri agar menjadi pribadi yang kaya. Jika saya ingin kaya, apa yang harus saya lakukan? Buku ini mengajukan 9 pertanyaan fundamental kepada orang yang ingin kaya, yang sudah kaya, dan yang ingin tetap kaya.

Ternyata, miskin atau kaya bukanlah sedikit banyaknya uang atau bahan tambang yang kita miliki. Miskin atau kaya adalah cara hidup. Miskin atau kaya adalah karakter!

Judul : 9 Pertanyaan Fundamental, Strategi Membangun Kekayaan Tanpa Riba
Penulis : Heppy Trenggono
Diterbitkan : Sygma Creative Media Corp.
Cetakan I : Januari 2012
Jumlah Halaman : 170 halaman
ISBN : 978-979-055-421-4
Jenis Cover : Hard Cover

(Suro Prapanca) 
Bandung, 14 Juli 2012 

Dimuat juga pada harian INILAHKORAN, Minggu 15 Juli 2012

6 comments:

Anonymous said...

saya salin-tempel, mas ... ijin ya :D

Riz said...

silakan kang ade ... moga bermanfaat.

Nchie Hanie said...

Horeee..akhirnya
Bisa mampir kesini..
MAceet aja di jalan Mas..:P

Budhi Insan said...

ohw.. review buku ini ya..
apa yang musti dikritik disini..??
apa yang harus dikasih saran disini??

ini mas Suro Prapanca ini design grafis ya..? yang membuat cover atau malah penulis dan motivator juga..?

salam kenal deh.. nambah wawasan disini

Riz said...

Makasih buat Teh Nchie Hanie (Teh basa Sunda = mbak; Nchie basa Cina = mbak) mau ke sini walaupun macet-macet tapi maksain mampir .... Trims :)

Riz said...

Terima kasih Pak Insan Robbani salam kenal juga.

Kebeneran senang baca dan bersyukur banyak yang baik hati ngasih buku-buku bagus, terus saya coba resensi saja, sekadar berbagi pengetahuan dari apa yang sudah saya baca.

Terima kasih, Pak.