Monday, October 24, 2016

Resensi Buku: Demokrasi ala Tukang Copet

Judul Resensi Buku:
Sindiran Jadi Perenungan, untuk Mengenal Jati Diri!
(Resensi Buku: Demokrasi ala Tukang Copet) -- Sesungguhnya, dengan sindiran dan perenungan ini, Kang Sobary ingin mengajak kita pulang ke jadi diri kita.

Mohamad Sobary, siapa yang tak kenal sosok yang telah mewarnai Kantor Berita pelat merah selama lima setengah tahun ini? Ya, sosok yang akrab disapa Kang Sobary ini, adalah salah satu budayawan dan esais terkemuka di Indonesia. Lahir di Bantul, Yogyakarta, 7 Agustus 1952, Kang Sobary dulu bercita-cita menjadi ahli agama. Untuk mewujudkan impiannya, dia berhasrat sekolah di PGA dan IAIN. Namun, nasib membawanya ke Sekolah Pekerjaan Sosial Atas. Studi selanjutnya ialah di Departemen Sosial Universitas Indonesia. Kemudian, dia kuliah di Monash, Australia. Sepertinya gak cukup hanya membaca resensi di blog Best-seller Books ini, miliki juga bukanya.
Sebagai penulis, Kang Sobary sangat produktif menghasilkan esai-esai yang merambah topik yang amat luas: sosial, budaya, politik, agama, dan lain-lain. Esai-esainya telah sering dibukukan. Di antaranya termuat dalam Kang Sejo Melihat Tuhan (1993), Moralitas Kaum Pinggiran (1994), Di Bawah Payung Agung (1997), Semar Gugat di Temanggung (2014), dan Makamkan Dirimu di Tanah Tak Dikenal. Sejak 2010, Kang Sobary terjun dalam pendampingan dan pembelaan terhadap para petani tembakau yang terdesak oleh berbagai kebijakan pemerintah. Pada kesempatan ini, pembaca akan lebih mengenal sosok ini melalui sindiran dan perenungan yang tertuang dalam buku “Demokrasi ala Tukang Copet”. Baca juga resensi terkait yang ditulis Suro Prapanca di blog ini.

Bukunya memang tidak terlalu tebal, hanya sebanyak 124 halaman. Tapi, sindiran dan perenungannya yang tertuang dalam buku ini, sangat menggambarkan perjalanan hidup yang sudah dilalui sang penulis. Kang Sobary pernah meniti karier sebagai peneliti bidang kebudayaan dan agama di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kemudian selama lima setengah tahun, Maret 2000 hingga Juli 2005, memimpin Kantor Berita Nasional Antara. Selepas dari Antara, menjabat Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership for Governance Reform) hingga Juli 2009.

Inilah salah satu nukilan sindiran-sindiran yang kemudian dijadikan judul buku: Di tangan mereka —baik eksekutif maupun legislatif— demokrasi diubah makna dan definisinya sedemikian rupa sehingga demokrasi tak menghalangi pencopetan besar-besaran.

Diubah? Menjadi demokrasi macam apa? Demokrasinya tukang copet. Dan mereka bukan sembarang tukang copet. Ini copet besar-besaran, sampai rakyat yang dicopet menjadi miskin, dan akan miskin secara abadi. Tapi, copetnya kaya raya.

Demikianlah salah satu sindiran tajam Mohamad Sobary tentang fenomena “zaman edan” di Indonesia. Dari para caleg yang memenuhi kota dengan foto mereka, hingga hobi para pejabat (dan mantan pejabat) yang membikin center dan biografi. Dari talkshow di televise yang mengundang orang untuk diadu, hingga tawuran di masyarakat.

Berbagai sindiran lain dalam buku ini dapat membuat kita tersenyum getir dan miris. Namun, Kang Sobary juga memberi kita bahan-bahan perenungan untuk menemukan makna yang sejati. Diajaknya kita menengok kembali khazanah kearifan agama, legenda, dan kisah pewayangan. Sesungguhnya, dengan sindiran dan perenungan ini, Kang Sobary ingin mengajak kita pulang ke jadi diri kita.
Selamat membaca! Resensi buku ini juga dimuat di harian umum Inilah Koran.

Judul : Demokrasi ala Tukang Copet
ISBN : 978-979-433-836-0
Karya : Mohamad Sobary
Diterbitkan : Penerbit Mizan Pustaka
Cetakan I : Oktober 2015
Tebal : 124 halaman
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 14 x 20,5 cm
Kategori : Sosial Politik

No comments: