Siapa Dalang Tragedi Mei 1998?
Huru-hara Mei 1998 yang diawali Insiden Trisakti pada 12 Mei 1998 adalah peristiwa bersejarah yang telah membawa Indonesia pada babak baru perjalanan bangsa. Rezim Soeharto yang telah berkuasa lebih dari tiga dasawarsa akhirnya jatuh. Peristiwa ini tak dapat dipisahkan dari rangkaian krisis moneter yang telah berlangsung sejak Juli 1997 dimulai di Thailand dan menyebar ke beberapa negara lain di Asia, termasuk Indonesia. Krisis moneter yang salah penanganan dan misdiagnosa dari pemerintah atas tekanan lembaga moneter internasional, International Monetary Fund (IMF), krisis moneter Indonesia berkembang menjadi krisis ekonomi dan akhirnya melahirkan krisis politik. Hanya dalam waktu dua bulan setelah disumpah menjadi presiden untuk ketujuh kalinya, Soeharto akhirnya mengundurkan diri dan jabatan presiden secara konstitusional jatuh ke tangan Wakil Presiden BJ Habiebie.
Tragedi Mei 1998 kurang lebih sudah 15 tahun berlalu, namun masih banyak pihak yang belum mengetahui secara jelas peristiwa huru-hara itu. Apalagi, generasi muda yang mungkin jauh dari kejadian tersebut. Dengan mengetahui secara lebih utuh rentetan peristiwa kerusuhan terbesar di Indonesia itu, mungkin kita akan lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi dan mengetahui akar masalah yang menyebabkan peristiwa itu terjadi, siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab, siapa yang menjadi korban, dan siapa kambing hitamnya. Atas dasar itulah, buku Politik Huru Hara Mei 1998 ini kembali diterbitkan. Sejak diluncurkan pertama kali pada 23 April 2004 buku ini telah mendapatkan tanggapan yang cukup luas. Dan kini, telah memasuki cetakan XI.
Dari pengantar penerbitan yang ditulis dalam buku setebal 186 halaman ini, sepertinya memang dimaksudkan untuk mengomentari dan menanggapi terbitnya buku yang ditulis Jenderal Wiranto: Dari Catatan Wiranto: Bersaksi di Tengah Badai yang diterbitkan oleh Institute for Democracy of Indonesia pada April 2003. Yang banyak bercerita tentang peristiwa sekitar Mei 1998 dan banyak menyinggung soal rivalitas Wiranto dan Prabowo.
Buku karya Fadli Zon yang merupakan salah seorang saksi mata dan berada di tengah putaran ketika tragedi Mei 1998, yang tidak ingin peristiwa bersejarah itu dijadikan propaganda pribadi. Dia ingin, sepahit apa pun, sejarah memang harus diketahui rakyat Indonesia, utamanya bagi generasi muda penerus kepemimpinan. Politik Huru Hara Mei 1998 yang sudah dicetak sampai ke cetakan XI ini sepertinya menjadi pembanding dan juga bisa menjadi bahan pengembangan diskusi-diskusi yang lebih terbuka dan jujur tentang insiden Trisakti, Huru-hara Mei 1998, dan bagaimana rivalitas Wiranto dan Prabowo?
Tidak bisa dimungkiri bahwa Peristiwa Mei 1998 yang diikuti mundurnya Presiden Soeharto merupakan titik tolak perubahan sebuah era. Indonesia memasuki era baru: reformasi. Sebagian besar tokoh pelaku dan saksi sejarah yang berdiri dalam pusaran peristiwa itu, masih ada hingga kini. Sehingga, mendudukkan diskursus ini merupakan sesuatu yang penting bagi kebenaran sejarah peristiwa tersebut.
Judul : POLITIK HURU HARA MEI 1998
Penulis : Fadli Zon
Diterbitkan : Fadli Zon Library
Cetakan XI : Mei 2013
Tebal : 186 halaman
ISBN : 978-602-7898-02-8
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi : 15,5 x 24 cm
(Suro Prapanca)
Bandung, 10 September 2013
Dimuat juga di INILAHKORAN, Minggu 15 September 2013
No comments:
Post a Comment